Kamis, 12 November 2020

Kasus Pelanggaran Etika Bisnis

 

MIFTACHUL CHOIR

01217015

MANAJEMEN B                           

1.      Pelanggaran Etika Bisnis PT Megasari Makmur

     PT Megasari Makmur adalah perusahaan yang cukup terkenal dengan salah satu produknya berupa obat nyamuk dengan merek “HIT”. Namun, belakangan diketahui jika produk tersebut telah melanggar etika bisnis.Banyak masyarakat telah mengenal produk tersebut sebagai obat nyamuk yang murah tetapi sangat efektif. Sayangnya, merek itu pada akhirnya harus menarik diri dari peredaran, alasannya mengandung zat aktif propoxur dan diklorvos yang merupakan salah satu bentuk pestisida.

Pihak kesehatan menilai jika zat tersebut sangat berbahaya untuk sistem kesehatan manusia. Bahkan, lebih parahnya bisa menyebabkan keracunan pada darah apabila terlalu banyak menghirup udara yang telah bercampur dengan produk “HIT”.

Pada dasarnya, perusahaan tersebut telah melanggar banyak peraturan dan dikenai pasal berlapis. Hal ini berdasarkan penetapan regulasi dalam UUD. Berikut ini pemaparannya:
• Pasal 4 tentang hak konsumen
• Pasal 7 tentang kewajiban pelaku usaha
• Pasal 8 tentang larangan pengusaha melanggar standar bahan baku
• Pasal 19 tentang pengusaha yang harus ganti rugi atas tindakannya yang keliru

Sebagai bentuk hukuman dan tanggung jawab dari pihak produsen, mereka bukan hanya sekedar meminta maaf tetapi juga bersedia untuk menarik seluruh produk obat nyamuk tersebut dari pasaran. Setelah itu, mereka mengajukan surat perizinan untuk memproduksi lagi.Namun, produk kali ini mereka pastikan akan sesuai dengan regulasi. HIT aerosol yang baru oleh produsen diciptakan menggunakan formula yang berbeda dan tentunya bebas dari zat berbahaya seperti pada pelanggaran sebelumnya.

Bahkan setiap zat yang akan mereka campurkan telah melalui proses uji yang panjang dan lolos dari izin pemerintah.

Contoh pelanggaran etika bisnis terhadap produk HIT ini memang cukup membuat rugi banyak pihak, bahkan tanpa memperhatikan regulasi dan moral. Maka dari itu, perusahaan tersebut sama saja dengan bunuh diri.


2.     Kasus Fintech

    Salah satu perusahaan fintech belum lama ini mempermalukan seorang nasabahnya secara tidak etis di berbagai media daring dengan memajang foto wanita dengan di lengkapi kata-kata yang sangat tidak senonoh. Kompas.com memberitakan dengan judul "Fintech yang Umumkan Nasabah "Siap Digilir" Sudah Diblokir" Peristiwa yang terjadi di Solo Jawa Tengah ini dialami oleh seorang wanita berinisial YI, yang tergiur untuk mencoba menggunakan fasilitas pinjaman online dari sebuah perusahaan fintech. Namun karena dia terlambat mengembalikan pinjaman itu, maka perusahaan ini menagih dan menyebarkan pemberitaan yang sangat melukai hari nasabahnya itu.

Walaupun si nasabah ini sudah memberitahukan kepada perusahaan akan keterlambatan itu, dan bukan tidak mau mengembalikan pinjaman tersebut.
YI menyesalkan foto dirinya disebar ke media sosial dengan diimbuhi tulisan tidak senonoh yang menyatakan bahwa dia rela digilir untuk membayar utangnya. Ia mengaku mengenal fasilitas pinjaman online itu melalui pesan pendek yang dia terima. "SMS yang berisi promosi pinjaman utang yang menjanjikan kemudahan," katanya.


Walaupun pihak aparat kepolisiaan sangat cepat bergerak dan bahkan perusahaan fintech ini sudah dibekukan aplikasinya dan sedang diburu siapa-sapa saja orang yang ada dibelakang pengelolaannya. Namun, dampak dari peristiwa ini telah melukai nasabah yang seharusnya di jaga dengan baik. Dan telah menjadi trauma di tengah-tengah masyarakat bisnis dan industri. Juga di ketahui kalau perusahaan fintech yang menghina nasabahnya itu termasuk ilegal, artinya belum mendapatkan izin dari pihak Ototitas Jasa Keuangan atau OJK yang mempunyai kewenangan mengawasi dan mengendalikan industri pembiayaan ini.

 

3.     Pelanggaran Etika Bisnis PT Ajinomoto Indonesia

Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dilakukan dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang.

PT Ajinomoto Indonesia merupakan produsen bumbu masak merek Ajinomoto. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Jepang dimana Ajinomoto pusat merupakan salah satu dari 36 perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia. Sehubungan dengan akan berakhirnya sertifikat Halal dari MUI untuk AJI-NO-MOTO pada September 2000, maka PT Ajinomoto Indonesia mengajukan perpanjangan sertifikat Halalnya pada akhir Juni 2000. Audit kemudian dilakukan oleh LPPOMMUI Pusat (2 orang), LPPOMMUI Jatim, BPOM, Balai POM Surabaya dan dari Departemen Agama pada tanggal 7 Agustus 2000. Pada 7 Oktober 2000, Komisi Fatwa memutuskan bahwa Bactosoytone tidak dapat digunakan sebagai bahan dalam media pembiakan mikroba untuk menghasilkan MSG. PT Ajinomoto Indonesia diminta untuk mencari alternatif bahan pengganti Bactosoytone.Sesuai dengan instruksi Komisi Fatwa, PT Ajinomoto Indonesia mengganti Bactosoytone dengan Mameno dalam tempo 2 bulan. LPPOMMUI melakukan audit sehubungan dengan penggantian Bactosoytone dengan Mameno pada 4 Desember 2000. Mereka memutuskan Mameno dapat digunakan dalam proses pembiakan mikroba untuk menghasilkan MSG. Komisi Fatwa melakukan rapat kedua pada 16 November 2000.

LPPOMMUI menyampaikan hasil rapat tersebut kepada PT Ajinomoto Indonesia pada 18 Desember 2000, bahwa produk yang menggunakan Bactosoytone dinyatakan Haram. MUI mengirim surat kepada PT Ajinomoto Indonesia pada 19 Desember 2000 untuk menarik semua produk Ajinomoto yang diproduksi dan diedarkan sebelum tanggal 23 November 2000 (Produk yang dihasilkan setelah 23 November 2000 sudah menggunakan Mameno). Namun, pada tanggal tersebut perusahaan sudah memasuki libur bersama Natal dan Tahun Baru. Sekertaris Umum MUI mengumumkan di media massa pada 24 Desember 2000, bahwa produk AJI-NO-MOTO mengandung babi dan masyarakat diminta untuk tidak mengonsumsi bumbu masak AJI-NO-MOTO yang diproduksi pada periode 13 Oktober hingga 16 November 2000.

Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa PT. Ajinomoto telah melanggar etika bisnis. Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan. Dalam hal ini perusahaan telah melanggar teori-teori etika seperti teori deontologi dan teologi. Pada teori deontologi, perusahaan telah melakukan pelanggaran menggunakan bahan yang tidak seharusnya digunakan dalam senuah produk yang bersertifikat halal, perusahaan juga melanggar tidak memenuhi pemeriksaan yang harusnya dilakukan dan perusahaan melakukan pelanggaran dalam keterbukaan bahan-bahan yang ada dalam produk serta halal atau tidak bahan yang terkandung dalam produk tersebut. Sedangkan pada teori teologi, perusahaan telah mengabaikan hak konsumen untuk dapat mengetahui komponen yang terdapat dalam produk tersebut dengan kualitas terjamin seperti kehalalan suatu bahan. Perusahaan tidak memikirkan lebih jauh dampak yang disebabkan bahan yang tidak halal untuk para konsumen yang mengaut agama Islam. Perusahaan hanya memikirkan keuntungan yang akan dicapai.

Dalam hal ini perusahaan telah melanggar prinsip otonomi tidak mengikuti pemeriksaan ke MUI secara rutin. Dan juga telah melanggar prinsip kejujuran, karena mereka telah melakukan ketidakterbukaan terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bumbu penyedap tesebut . Lalu, perusahaan juga telah melanggar prinsip integritas moral, karena berbagai macam cara diupayakan agar nama baik perusahaan tetap terjaga dan membuat konsumen terus mempercayai perusahaan tersebut. Selain itu perusahaan telah melanggar prinsip saling menguntungkan, karena perusahaan menempuh segala cara agar memperoleh keuntungan untuk semua pihak. Akan tetapi pada kenyataannya hanya keuntungan perusahaanlah yang memperoleh keuntungan.

 

4.     Pelanggaran Etika Bisnis Produk Albothyl

Produk Albothyl dibatalkan izin edarnya setelah ada laporan kasus terkait efek samping serius yang timbul akibat penggunaan Albothyl, oleh profesional kesehatan. Pada kasus Albothyl kali ini dianggap sangat serius karena berkaitan dengan keselamatan pasien. Dalam laporan kasus tersebut menunjukkan bahwa adanya efek samping Albothyl yang malah memperparah sariawan yang diderita pasien dan menyebabkan infeksi (noma like lession).

Kejadian ini sedikit banyak menimbulkan pertanyaan dari masyarakat dan kalangan profesi kesehatan. Siapa yang salah? Produsen yang dianggap tidak serius dengan keamanan produknya atau regulator yang dianggap tidak cermat dalam mengevaluasi produk sebelum memberikan Nomor Izin Edar. Perlu diketahui bahwa kualitas dan keamanan setiap produk obat maupun makanan yang beredar di Indonesia dikontrol oleh BPOM atau disebut juga post-market surveillancePost-market surveillance ini biasanya dilakukan dengan cara sampling (mengambil contoh produk langsung dari pasaran untuk diuji di laboratorium). Dan cara samplingini bisa dilakukan secara rutin (misalnya menjelang akhir tahun atau Idul Fitri) maupun secara mendadak jika diduga ada yang tidak sesuai ketentuan.

Namun tentunya, kontrol tidak hanya dilakukan oleh pihak regulator (dalam hal ini BPOM dan BBPOM) karena bisa dibayangkan bagaimana repotnya mereka mengontrol seluruh produk yang beredar di Indonesia beserta seluruh fasilitas produksinya. Oleh sebab itu, peran industri farmasi, profesional kesehatan di lapangan dan masyarakat awam juga diperlukan. Caranya? Ya dengan melaporkan kejadian tidak diinginkan (baik yang serius maupun tidak serius) yang timbul akibat penggunaan suatu obat atau yang dikenal dengan istilah Farmakovigilans.

Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian, pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Pelaporan ini sifatnya bisa berupa Pelaporan spontan, Pelaporan Berkala Pasca Pemasaran (Periodic Safety Update Report), Pelaporan studi keamanan pasca pemasaran, Pelaporan publikasi/literatur ilmiah, Pelaporan tindDari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis dilihat dari  sudut pandang ekonomi yaitu perusahaan di untungkan tetapi banyak orang yang di rugikan dan perusahaan tidak memenuhi dari prinsip dari etika bisnis yaiu prinsip kejujuran. Perusahaan tidak terbuka dan memenuhi syarat-syarat bisnis dan Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya. Albothyl yang beredar di pasaran saat ini mengandung zat bernama Policresulen dengan konsentrasi 36%. Policresulen adalah senyawa asam organik (polymolecular organic acid) yang diperoleh dari proses kondensasi formalin (formaldehyde) dan senyawa meta-cresolsulfonic acid. Policresulen yang diaplikasikan pada sariawan akan menyebabkan jaringan pada sariawan menjadi mati. Itulah alasan kenapa saat albothyl digunakan pada sariawan akan terasa sangat perih, namun kemudian rasa perih hilang dan sakit pada sariawan pun tidak lagi terasa. Bagi Anda yang pengalaman memakai obat ini mungkin akan menyaksikan sendiri sesaat setelah albothyl digunakan sariawan akan menjadi berwarna putih dan kering. Jadi sebenarnya policresulen ini tidak mengobati sariawan melainkan mematikan jaringan yang sakit atau rusak tersebut. Ketika jaringan sariawan sudah mati, maka tubuh akan melakukan regenerasi sel-sel baru sehingga sariawan menjadi sembuh.

 

5.     Perusahaan Listrik Negara (Persero)

Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.

Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:

1   Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.

2   Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.

Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

 

 

6.     Kasus Etika Bisnis pada PT Tirta Fresindo Jaya

Bisnis minuman kemasan yang dilakukan oleh PT Tirta Fresindo Jaya, anak usaha Mayora Group diklaim telah menyerobot Gunung Karang di Kabupaten Pandeglang, Banten. Akibatnya, warga yang telah bertahun-tahun bergantung pada mata air dari kaki gunung itu, mengalami kekeringan. Mereka pun mengadu ke kantor bupati.Sayangnya, aduan mereka hanya dianggap angin lalu, hingga berujung pada emosi warga dengan merusak gudang perusahaan.

Seperti apa konflik di sana? Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR). PT Tirta Fresindo Jaya, anak usaha Mayora Group mulai masuk ke Banten di tahun 2012. Pasalnya di Desa Cadasari, yang posisinya berada di perbatasan antara Kabupaten Pandeglang dan Serang, ada mata air yang masih jernih juga melimpah, yaitu Mata Air Gunung Karang. Mata air itu, selama bertahun-tahun digunakan masyarakat sekitar; petani maupun peternak, termasuk pesantren untuk bertani dan kebutuhan sehari-hari.

Namun kehadiran perusahaan tersebut tak disadari warga setempat. Sebab sepengetahuan mereka, PT Tirta Fresindo Jaya hanya berencana membangun gudang. Tapi setahun setelahnya atau pada 9 Desember 2013, Kepala Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Pandeglang, mengeluarkan SK Nomor 600/548.b/SK-DTKP/XII/2013. SK tersebut berisi pemberian persetujuan site plan kepada perusahaan. SK Kepala Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Pandeglang inilah yang dijadikan rujukan bagi Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Pandeglang mengeluarkan izin lokasi pembangunan industri minuman ringan PT. Tirta Fresindo dengan Nomor 503/Kep.02-BPPT/2014 tertanggal 30 Januari 2014. 

Dari situ, baru lah warga tahu pabrik didirikan untuk pengelolaan air minum kemasan. Dan, delapan mata air yang mengalir dari Gunung Karang ditimbun. Sejak itu, gelombang protes hingga aksi demo dari petani, peternak, ulama, dan santri bermunculan. Alasannya,  Kecamatan Cadasari dalam kawasan resapan air dan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Belakangan, pada 21 November 2014, bekas Bupati Pandeglang Erwan Kurtubi memutuskan menghentikan kegiatan investasi PT Tirta Fresindo Jaya lewat surat Nomor 0454/1669-BPPT/2014.Keputusan bekas Bupati Pandeglang itu rupanya disokong DPRD Provinsi Banten yang mengimbau agar perusahaan menghentikan segala aktivitasnya.

Tapi apa yang terjadi? PT Tirta Fresindo, anak usaha Mayora Group, tetap melenggang tak peduli. Salah satu warga, Sanusi, mengatakan perusahaan melanggar ketentuan soal perizinan.  “Soal kepemilikan lahan didatangi oleh rombongan calo tanah. Mereka datang ke perorangan terus dibeli lah. Kalau peruntukannya untuk industri kan bukan seperti itu pembebasannya. Mereka atur dulu perizinan, atur dulu AMDALnya dan sebagainya. Setelah sesuai, baru pembebasan lahan, ” ungkap Ustad Uci. Ahmad Herwandi dari Koalisi Hak Atas Air mengatakan, proses perizinan dan pembangunan pabrik PT Tirta Fresindo Jaya sebenarnya sudah bermasalah sejak 2014. “Inikan dulu pernah ada pembekuan izin oleh bekas Bupati yang lama pak Erwan.

          Namun di tahun 2016 tanpa sebab, PT Mayora itu sudah beroperasi. Wilayah itu peruntukannya bukan untuk industri tetapi sebagai resapan air, itukan sudah melanggar Perda RT RW,” kata Ahmad Herwandi. Hanya saja, Bupati Pandeglang Irna Narulita, tetap ngotot melanjutkan investasi air minum kemasan PT Tirta Fresindo Jaya atas nama pembangunan. Hal itu disampaikan Bupati Irna dalam coffee morning dengan Polda Banten di Pendopo Kabupaten Pandeglang, awal April 2016.

Pasca insiden 6 Februari 2017, perusakan dan pembakaran backhoe, persoalan izin PT Tirta Freshindo Jaya diambil alih Pemerintah Provinsi Banten.Pemprov pun membentuk satgas yang dipimpin Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten, Hudaya Latunconsina. Tugas satgas itu menganalisa perizinan yang dikantongi anak usaha Mayora Group ini, serta dampak lingkungannya.  “Surat dari provinsi kan belum terbit. Diharapkan tadinya hari ini terbit tetapi saya dapat tugas dari Bappenas dan Kemendagri. Kalau bisa kita dorong besok pak gubernur bisa tandatangan. Persoalan air itu persoalan yang berbeda, pengaturan air diatur oleh negara dan tidak boleh dikuasai oleh pelaku usaha," kata Hudaya Latuconsina.

Menurut Hudaya, dari hasil rapat bersama yang dihadiri perwakilan Pemkab Pandeglang, Pemkab Serang dan beberapa SKPD pada 20 Februari 2017, diputuskan untuk menghentikan proses pembangunan pabrik. Kata dia, hasil kajian bersama antara Pemkab Pandeglang dan Serang ditemukan adanya pelanggaran terkait penguasaan air oleh korporasi yang dilarang UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Selain itu, pendirian pabrik juga dinilai melanggar tata ruang dan wilayah karena kawasan tersebut diperuntukan untuk pertanian. Sementara itu, Juru Bicara PT Mayora Group, Sribugo Suratmo, mengaku pasrah dengan apapun keputusan pemerintah daerah.

 “Nanti saya cek, saya tidak tahu informasinya. Kedua, itu pabrik baru belum beroperasi full, baru pembangunan. Kalau  memang tidak diizinkan resmi dan segala macam ya sudah,”ungkap  Sriboga.”

Add to Cart

0 komentar:

Posting Komentar