Selasa, 05 Januari 2021

IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI

 

MAKALAH

“IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI”






 

DOSEN :

IGA AJU NITYA DHARMANI, S.ST., SE., M.M

DISUSUN OLEH :

MIFTACHUL CHOIR

01217015

 

UNIVERSITAS NAROTAMA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PRODI MANAJEMEN

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.       Latar Belakang

Jika ditanya tentang isi kelima sila dalam Pancasila, pasti semua dari kita masih mampu mengingatnya dengan sangat baik. Sudah sejak sekolah dasar, sampai kita meneruskannya kembali ke anak-cucu kita, atau setidaknya mendengarnya kembali dari mulut anak-anak yang diwajibkan untuk menghafal kelima sila tersebut, membuat Pancasila melekat erat di ingatan setiap warga negara Indonesia. Terlebih nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila secara subtansial merupakan kunci emas dalam mempertahankan mutu segala bidang kehidupan, baik agama, politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya dan sebagainya. Namun pertanyaannya sekarang adalah, masihkah nilai-nilai Pancasila tersebut relevan dengan kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam kaitannya dengan Etika Bisnis dan profesi atau pekerjaan ? Mari kita coba telusuri contoh-contoh sikap yang mencerminkan manusia Pancasila dalam dunia kerja yang bisa kita praktekkan.

1.2.       Rumusan Masalah

1)      Bagaimana nilai setiap sila Pancasila dalam etika bisnis dan profesi?

2)      Bagaimana implementasi Pancasila sebagai sistem etika dalam kehidupan sehari-hari ?

1.3.    Tujuan Penulisan

1)      Untuk mengetahui nilai setiap sila Pancasila dalam etika bisnis dan profesi.

2)      Menganalisis sejauh mana implementasi Pancasila sebagai etika dalam kehidupan sehari-hari.

3)      Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi Pancasila Sebagai Sistem Etika.

4)      Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan Sila dalam Pancasila.

 

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Pancasila

Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata, panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima ideologi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada alinea ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945.

2.2. Pengertian Etika Bisnis

Etika bisnis adalah cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan masyarakat. Etika bisnis memiliki peranan penting karena dapat membentuk nilai, normal, serta perilaku karyawan dan pimpinan guna membangun hubungan adil dan sehat dengan mitra kerja, pemegang saham, atau masyarakat.

Etika bisnis adalah aturan yang tidak tertulis soal cara menjalankannya dengan adil dan sudah sesuai dengan hukum yang diberlakukan negara, serta tidak tergantung pada kedudukan individu atau perusahaannya di dalam masyarakat. Etika bisnis bisa menjadi standar serta pedoman bagi setiap karyawan termasuk manajemen dan dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan landasan kejujuran, moral luhur, transparansi, serta sikap profesional.  

2.3. Pengertian Profesi

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".

Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesikode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukumkesehatankeuanganmiliter, teknik desainer, tenaga pendidik.

Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.

  

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1 Nilai Setiap Sila Pancasila dalam Etika Bisnis dan Profesi

Kehadiran pancasila yang memegang peranan penting dalam sistem etika bangsa ini. Adapun makna nilai setiap pancasila adalah sebagai berikut :

1. Sila ke-1: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Prayitno (2009), nilai-nilai ke-Tuhanan sebagaimana terkandung dalam agama-agama yang dianut bangsa mengandung nilai-nilai yang mengayomi, meliputi dan menjiwai keempat sila yang lain. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, termasuk moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara dan peraturan perundang-undangan negera, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula dengan nilai-nilai etis dalam sila pertama harus mendasari dan menjiwai nilai etis keempat sila yang lain.

Sila pertama ini melandasi keberadaan teori etika Teonom. Menurut Agoes & Ardana (2009:52), teori ini mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-aturan atau perintah Allah sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Ada empat persamaan fundamental filsafat etika semua agama yaitu:

a. Semua manusia mengakui bahwa umat manusia memiliki tujuan tertinggi selain tujuan hidup di dunia. Hindu menyebutnya moksa, Budha menyebutnya nirwana, Islam menyebutnya akhirat, dan Kristen menyebutnya surge.

b. Semua agama mengakui adanya Tuhan dan kekuatan tak terbatas yang mengatur alam raya ini.

c. Etika bukan saja diperlukan untuk mengatur perilaku hidup manusia di dunia, tetapi juga sebagai salah satu syarat mutlak untuk mencapai tujuan akhir umat manusia yang terpenting.

d. Semua agama mempunyai ajaran moral yang bersumber dari kitab suci masing-masing. Ada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal dan bersifat mutlak dijumpai di semua agama, tetapi ada juga yang bersifat spesifik/berbeda dan hanya ada pada agama tertentu saja.

2. Sila ke-2: Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Prayitno (2009) mengatakan bahwa sila ini setidak-tidaknya memberi pengakuan bahwa manusia yang hidup di negeri ini dan merupakan warga yang sah di negeri ini diperlakukan secara adil dan beradab oleh penyelenggara negara, termasuk hak dan kebebasannya beragama. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai bahwa suatu tindakan yang berhubungan dengan kehidupan bernagara dan bermasyarakat didasarkan atas sikap moral, kebajikan dan hasrat menjunjung tinggi martabat manusia, serta sejalan dengan norma-norma agama dan social yang teah berkembang dalam masyarakat sebelum munculnya negara. Ia juga mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap budaya dan kebudayaan yang dikembangkan bangsa yang beragam etnik dan golongan.

Sila kedua ini sesuai dengan teori etika Hak. Agoes & Ardana (2009:49) mengatakan bahwa teori Hak adalah suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM). Teori ini sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat yang sama. HAM didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu:

a. Hak hukum, adalah hak yang didasarkan atas system/yurisdiksi hukum suatu negara, dimana sumber hukum tertinggi adalah UUD negara tersebut.

b. Hak moral, dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu atau kelompok. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan itu tidak melanggar hak-hak orang lain.

c. Hak kontraktual, mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan atau kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.

3. Sila ke-3: Persatuan Indonesia

Dalam sila ini Prayitno (2009) mengatakan, sila ketiga adalah pemersatu seluruh rakyat Indonesia yang dapat dari berbagai jenis suku, agama dan ras. Di sila ketiga ini sangat berpengaruh bagi bangsa Indonesia, karena tanpa adanya pesatuan antara rakyat Indonesia, walaupun Indonesia besar dalam jumlah wilayah dan rakyat semua itu tidak akan berarti tanpa adanya persatuan antara rakyat Indonesia.

Sila ketiga ini sesuai dengan teori etika Deontologi, menurut Agoes & Ardana (2009: 47-48) teori ini mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Suatu perbuatan tidak menjadi baik karena hasilnya baik, alasan untuk membenarkan suatu tindakan yaitu hanya karena kewajiban untuk melaksanakan tindakan tersebut. Dalam hal ini, kewajiban moral bersifat mutlak tanpa ada pengecualian apa pun. Ini berarti bahwa pedoman yang mengatur perilaku moral manusia harus dapat menjadi hukum universal dan bahwa manusia hendaknya berperilaku sebagaimana ia menginginkan orang lain juga berperilaku yang sama.

4. Sila ke-4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Prayitno (2009) berpendapat bahwa dalam sila ini terkandung nilai demokrasi:

a. Adanya kebebasan yang disertai tanggung jawab moral terhadap masyarakat, kemanusiaan dan Tuhan

b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia

c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.

d. Mengakui perbedaan pandangan dan kepercayaan dari setiap individu, kelompok, suku dan agama, karena perbedaan merupakan kodrat bawaan manusia.

e. Mengakui adanya persaamaan yang melekat pada setiap manusia dst.

f. Mengarahkan perbedaan ke arah koeksistensi dan solidaritas kemanusiaan;

g. Menjunjung tinggi asas musyawarah dan mufakat.

h. Mewujudkan dan mendasarkan kehidupan berdasarkan keadilan social.

Sila keempat ini, sama seperti sila ketiga yaitu berkaitan dengan teori etika Deontologi. Agoes & Ardana (2009:48) mengatakan bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan. Dengan kata lain, kewajiban moral mutlak bersifat rasional. Dalam hidup bermasyarakat diperlukan landasan kepercayaan antara satu dengan lainnya, dan untuk menanamkan kepercayaan tersebut diperlukan kejujuran dari semua anggota kelompok. Bila tidak ada kejujuran sesama anggota kelompok, jangan harap ada kepercayaan di antara anggota kelompok tersebut, bila tidak ada kepercayaan, maka kelompok masyarakat tidak akan dapat terbentuk. Dengan contoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tindakan jujur merupakan salah satu kewajiban moral yang bersifat universal.

5. Sila ke-5: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Prayitno (2009), keadilan sosial yang dimaksud harus didasarkan pada empat sila sebelumnya.

Keadilan di sini lantas mencakup tiga bentuk keadilan

a. Keadilan distributive, menyangkut hubungan negara terhadap warganegara, berarti bahwa negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam membagi kemakmuran, kesejahteraaan penghasilan negara, yang terakhir ini dalam bentuk bantuan, subsidi dan kesempatan untuk hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang

b. Keadilan legal, yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap negara, tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara

c. Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal balik. Keadilan social tercermin bukan dalam kehidupan social dan pelaksanaan hukum oleh negara, tetapi juga dalam kehidupan ekonomi dan politik, serta lapangan kebudayaan dan pelaksanaan ajaran agama.

Sila kelima ini sesuai dengan teori etika Utilitarianisme. Agoes & Ardana (2009:46) menjelaskan bahwa teori ini berpendapat bahwa suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak. Teori ini mendapat dukungan luas karena mengaitkan moralitas dengan kepentingan orang banyak dan kelestarian alam. Teori ini juga memperoleh pijakannya dalam ilmu ekonomi dan manajemen dengan diperkenalkannya konsep cost and benefit dan paham stakeholders.

  

BAB IV

PENUTUP

 

3.1.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, kiranya dapat disimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu:

1.    Pancasila merupakan sebuah nilai dasar Negara Indonesia. Pancasila diambil dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia pada dasarnya bersifat religious, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan. Di samping itu Pancasila bercirikan asas kekeluargaan dan gotong royong serta pengakuan atas hak-hak individu.

2.    Implementasi Pancasila sebagai system etika harus senantiasa terwujud prinsip-prinsip sebagai nilai luhur termasuk sila kedua dari Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Eksistensi Pancasila sebagai sistem etika dapat ditegakkan dengan mengimplementasikan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia.

3.2.    Saran

Berdasarkan pembahsan di atas, kiranya dapat diuraikan beberapa saran, yaitu:

1.    Pancasila harus senantiasa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sehingga ciri kekeluargaan dan gotong royong senantiasa dapat terwujud dalam kehidupan di Indonesia.

2.    Implementasi Pancasila harus senantiasa tertuang dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk dalam etika berbisnis  dan profesi atau pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

https://qq.co.id/implementasi-nilai-pancasila-dalam-dunia-kerja/

https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila

https://www.jurnal.id/id/blog/apa-itu-etika-bisnis/

https://id.wikipedia.org/wiki/Profesi

http://marchellapramadhana.blogspot.com/2012/03/implementasi-nilai-pancasila-dalam.html

Add to Cart

0 komentar:

Posting Komentar